JAKARTA, Timex--Upaya Yayasan Peduli Timor Barat (YPTB) pimpinan Ferdi Tanoni memperjuangkan penyelamatan laut Timor dari pencemaran minyak dari ladang Montara di West Atlas, Australia Utara yang meledak 21 Agustus 2009 lalu, mendapat dukungan luas.
Sejumlah organisasi pemerhati lingkungan yang berpusat di Jakarta, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan Ocean Watch (OW) secara resmi menyatakan dukungan dan siap bersama YPTB memperjuangan upaya penyelamatan laut Timor dan sekitarnya dari dampak pencemaran akibat tumpahan minyak di Australia Utara yang terjadi selama kurang lebih 80 hari itu.
Pernyataan mendukung ini setelah Ketua YPTB, Ferdi Tanoni memaparkan kronologi dan data-data atau bukti-bukti berupa rekaman bahwa Laut Timor benar-benar tercemar tumpahan minyak kepada perwakilan empat organisasi pemerhati lingkungan itu di sekretariat WALHI di Jl. Tegal Parang UtaraNo.14, Jakarta Selatan, Kamis (3/12). Hadir dalam kesempatan itu, Manager Kampanye Tambang, Eksekutif Nasional WALHI, Pius Ginting dan Manager kampanye Pesisir & Laut, Eksekutif Nasional WALHI, Carmelita Mamonto, Peneliti (Knowledge Management) Kiara, Midaria Novawanty Saragih, dan wakil Ocean Watch, Heri.
Dalam kesempatan itu, Ferdi Tanoni memaparkan bahwa, masalah pencemaran laut Timor ini benar-benar meresahkan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat sekitar perairan, terutama pada nelayan atau petani rumput laut di Pulau Timor, Rote dan selatan pulau Sabu yang menggantungkan hidup mereka dari sektor kelautan. "Kami (YPTB, Red) sebenarna menyesalkan pemerintah NTT sepertinya lamban dalam menyikapi masalah ini, sementara pihak asing seperti Partai Hijau di Senat Australia begitu peduli dalam memperjuangkan masalah pencemaran ini.
Karena itu, kami meminta kiranya WALHI, JATAM, Kiara, dan Ocean Watch dapat membantu mengadvokasi agar masalah ini bisa dicari solusi dan penyelesaiannya oleh pemerintah Indonesia," ungkap Ferdi. Ferdi dalam kesempatan itu juga memaparkan bahwa, untuk upaya ini, pihaknya selain bersuara lewat media, YPTB juga sudah mengirimkan surat terbuka kepada tiga kepala negara, yakni Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, PMAustralia Kevin Rudd dan PM Timor Leste, Kay Rala Xanana Gusmao. Surat terbuka ini juga dikirim kepada Sekjen PBB Ban Kie Moon di New York.
Dalam surat terbuka tertanggal 28 November 2009 perihal "Gugatan Atas Kompensasi Pencemaran Laut Timor dan Peninjauan Kembali Batas Landas Kontinen dan ZEE RI-Australia di Laut Timor," kata Ferdi, dirinya meminta perhatian atas beberapa hal penting yang dirasa telah diperlakukan secara tidak adil yang sangat merugikan rakyat NTT.
Yang pertama adalah meminta kompensasi atas pencemaran laut Timor akibat meledaknya sumur minyak “West Atlas” di ladang minyak dan gas Montara pada tanggal 21 Agustus 2009. Disebutkan, ledakan dahsyat sumur minyak “West Atlas” yang terletak di Laut Timor pada tanggal 21 Agustus 2009 dan baru berhasil dihentikan sementara pada awal Nopember 2009 telah memuntahkan tidak kurang dari 500.000 liter minyak mentah bahkan lebih setiap harinya di Laut Timor yang berdampak sangat buruk bukan saja telah mengancam hilangnya mata pencaharian tetap dan atau menurunnya pendapatan sehari-hari secara signifikan bagi sebagian masyarakat Indonesia di Timor Barat dan Kepulauan sekitarnya; akan tetapi lebih dari pada itu telah pula mengancam akan kelestarian lingkungan alam
yang berkelanjutan beserta seluruh isinya di Laut Timor yang entah membutuhkan waktu berapa puluh tahun lagi ke depan untuk pemulihannya.
YPTB tambah dia, menyambut baik dan mendukung sepenuhnya “Komisi Penyelidikan Pencemaran Laut Timor” bentukan Pemerintah Federal Australia; dan “Panitia (Tim) Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Timor” bentukan Pemerintah Republik Indonesia untuk menghitung ganti rugi (kompensasi) .
Namun YPTB meminta pemerintah federal Australia dan pemerintah RI memerintahkan komisi penyelidikan pencemaran laut Timor dan panitia (Tim) nasional penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di Laut Timor untuk mengidentifikasi terhadap dampak dan kerugian yang diderita oleh masyarakat, akibat dari pencemaran tersebut dengan melibatkan pemerintah daerah, pemerintah negara bagian di Australia, ahli lingkungan dan ahli geologi kelautan independen serta tokoh masyarakat yang kredibel dari kedua negara.
"Kita minta agar tiga kelompok masyarakat terdampak ini bisa diidentifikasi, terutama untuk mengetahui sejauh mana kerugian yang mereka alami dalam program jangka pendek seperti masyarakat/petani rumput laut, kelompok nelayan dan petani garam, masyarakat di pesisir pantai selamat pulau Timor, Rote dan Sabu, serta semaksimal mungkin merancang upaya pencegahan agar dampak pencemaran ini tak sampai meluas, terutama terkait dengan minyak-minyak yang ditenggelamkan dengan dispertand itu," tandas Ferdi.
Menyikapi pemaparan Ferdi ini, Manager Tambang Eksekutif Nasional WALHI, Pius Ginting langsung memprogramkan rencana tindaklanjut dalam pertemuan kemarin. Bersama JATAM, KIARA, Ocean Watch, WALHI segera menindaklanjuti dengan sejumlah agenda diantaranya melakukan jumpa pers dengan media dalam pekan ini untuk menyampaikan fakta-fakta terkait pencemaran laut Timor dan dampak ke depan, serta menyiapkan aksi untuk mempresure pemerintah Indonesia, khususnya Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut maupun perwakilan pemerintah Australia di Jakarta untuk secara serius menyikapi masalah ini guna dicari solusi terbaiknya.
Tak hanya itu, Peneliti (Knowledge Management) Kiara, Midaria Novawanty Saragih dalam kesempatan itu juga mengusulkan agar WALHI bersama koalisi pemerhati lingkungan yang ada, segera melakukan audiensi dengan para wakil rakyat di Senayan untuk menyampaikan hal ini, sehingga ada dukungan politik, bahwa apa yang terjadi di perairan Indonesia di laut Timor bakal menjadi bom waktu yang membahayakan ke depan.
"Kita juga harus membawa masalah ini dalam konferensi perubahan iklim yang akan dilaksanakan di Kopenhagen, tanggal 7-12 Desember ini," saran sosok yang akrab disapa Mida Saragih ini. Usul ini disambut positif koalisi pemerhati lingkungan yang ada, bahkan Pius Ginting mengatakan agar bahan-bahannya segera disiapkan untuk disampaikan kepada utusan WALHI yang akan berangkat ke Kopenhagen nanti.
Kepada Timor Express usai pertemuan Kamis (3/12), Pius Ginting mengatakan, ini masalah serius yang harus disikapi, karena itu apa yang sudah dipaparkan Ketua YPTB menjadi bahan masukan bagi mereka untuk meneruskan perjuangan ini ditingkat nasional. (aln/fmc)
Sumber: http://www.timorexp ress.com/ index.php? act=news&nid=38389
Sejumlah organisasi pemerhati lingkungan yang berpusat di Jakarta, seperti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan (Kiara), Jaringan Advokasi Tambang (JATAM), dan Ocean Watch (OW) secara resmi menyatakan dukungan dan siap bersama YPTB memperjuangan upaya penyelamatan laut Timor dan sekitarnya dari dampak pencemaran akibat tumpahan minyak di Australia Utara yang terjadi selama kurang lebih 80 hari itu.
Pernyataan mendukung ini setelah Ketua YPTB, Ferdi Tanoni memaparkan kronologi dan data-data atau bukti-bukti berupa rekaman bahwa Laut Timor benar-benar tercemar tumpahan minyak kepada perwakilan empat organisasi pemerhati lingkungan itu di sekretariat WALHI di Jl. Tegal Parang UtaraNo.14, Jakarta Selatan, Kamis (3/12). Hadir dalam kesempatan itu, Manager Kampanye Tambang, Eksekutif Nasional WALHI, Pius Ginting dan Manager kampanye Pesisir & Laut, Eksekutif Nasional WALHI, Carmelita Mamonto, Peneliti (Knowledge Management) Kiara, Midaria Novawanty Saragih, dan wakil Ocean Watch, Heri.
Dalam kesempatan itu, Ferdi Tanoni memaparkan bahwa, masalah pencemaran laut Timor ini benar-benar meresahkan dan mengancam keberlangsungan hidup masyarakat sekitar perairan, terutama pada nelayan atau petani rumput laut di Pulau Timor, Rote dan selatan pulau Sabu yang menggantungkan hidup mereka dari sektor kelautan. "Kami (YPTB, Red) sebenarna menyesalkan pemerintah NTT sepertinya lamban dalam menyikapi masalah ini, sementara pihak asing seperti Partai Hijau di Senat Australia begitu peduli dalam memperjuangkan masalah pencemaran ini.
Karena itu, kami meminta kiranya WALHI, JATAM, Kiara, dan Ocean Watch dapat membantu mengadvokasi agar masalah ini bisa dicari solusi dan penyelesaiannya oleh pemerintah Indonesia," ungkap Ferdi. Ferdi dalam kesempatan itu juga memaparkan bahwa, untuk upaya ini, pihaknya selain bersuara lewat media, YPTB juga sudah mengirimkan surat terbuka kepada tiga kepala negara, yakni Presiden RI Susilo Bambang Yudhoyono, PMAustralia Kevin Rudd dan PM Timor Leste, Kay Rala Xanana Gusmao. Surat terbuka ini juga dikirim kepada Sekjen PBB Ban Kie Moon di New York.
Dalam surat terbuka tertanggal 28 November 2009 perihal "Gugatan Atas Kompensasi Pencemaran Laut Timor dan Peninjauan Kembali Batas Landas Kontinen dan ZEE RI-Australia di Laut Timor," kata Ferdi, dirinya meminta perhatian atas beberapa hal penting yang dirasa telah diperlakukan secara tidak adil yang sangat merugikan rakyat NTT.
Yang pertama adalah meminta kompensasi atas pencemaran laut Timor akibat meledaknya sumur minyak “West Atlas” di ladang minyak dan gas Montara pada tanggal 21 Agustus 2009. Disebutkan, ledakan dahsyat sumur minyak “West Atlas” yang terletak di Laut Timor pada tanggal 21 Agustus 2009 dan baru berhasil dihentikan sementara pada awal Nopember 2009 telah memuntahkan tidak kurang dari 500.000 liter minyak mentah bahkan lebih setiap harinya di Laut Timor yang berdampak sangat buruk bukan saja telah mengancam hilangnya mata pencaharian tetap dan atau menurunnya pendapatan sehari-hari secara signifikan bagi sebagian masyarakat Indonesia di Timor Barat dan Kepulauan sekitarnya; akan tetapi lebih dari pada itu telah pula mengancam akan kelestarian lingkungan alam
yang berkelanjutan beserta seluruh isinya di Laut Timor yang entah membutuhkan waktu berapa puluh tahun lagi ke depan untuk pemulihannya.
YPTB tambah dia, menyambut baik dan mendukung sepenuhnya “Komisi Penyelidikan Pencemaran Laut Timor” bentukan Pemerintah Federal Australia; dan “Panitia (Tim) Nasional Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut Timor” bentukan Pemerintah Republik Indonesia untuk menghitung ganti rugi (kompensasi) .
Namun YPTB meminta pemerintah federal Australia dan pemerintah RI memerintahkan komisi penyelidikan pencemaran laut Timor dan panitia (Tim) nasional penanggulangan keadaan darurat tumpahan minyak di Laut Timor untuk mengidentifikasi terhadap dampak dan kerugian yang diderita oleh masyarakat, akibat dari pencemaran tersebut dengan melibatkan pemerintah daerah, pemerintah negara bagian di Australia, ahli lingkungan dan ahli geologi kelautan independen serta tokoh masyarakat yang kredibel dari kedua negara.
"Kita minta agar tiga kelompok masyarakat terdampak ini bisa diidentifikasi, terutama untuk mengetahui sejauh mana kerugian yang mereka alami dalam program jangka pendek seperti masyarakat/petani rumput laut, kelompok nelayan dan petani garam, masyarakat di pesisir pantai selamat pulau Timor, Rote dan Sabu, serta semaksimal mungkin merancang upaya pencegahan agar dampak pencemaran ini tak sampai meluas, terutama terkait dengan minyak-minyak yang ditenggelamkan dengan dispertand itu," tandas Ferdi.
Menyikapi pemaparan Ferdi ini, Manager Tambang Eksekutif Nasional WALHI, Pius Ginting langsung memprogramkan rencana tindaklanjut dalam pertemuan kemarin. Bersama JATAM, KIARA, Ocean Watch, WALHI segera menindaklanjuti dengan sejumlah agenda diantaranya melakukan jumpa pers dengan media dalam pekan ini untuk menyampaikan fakta-fakta terkait pencemaran laut Timor dan dampak ke depan, serta menyiapkan aksi untuk mempresure pemerintah Indonesia, khususnya Timnas Penanggulangan Keadaan Darurat Tumpahan Minyak di Laut maupun perwakilan pemerintah Australia di Jakarta untuk secara serius menyikapi masalah ini guna dicari solusi terbaiknya.
Tak hanya itu, Peneliti (Knowledge Management) Kiara, Midaria Novawanty Saragih dalam kesempatan itu juga mengusulkan agar WALHI bersama koalisi pemerhati lingkungan yang ada, segera melakukan audiensi dengan para wakil rakyat di Senayan untuk menyampaikan hal ini, sehingga ada dukungan politik, bahwa apa yang terjadi di perairan Indonesia di laut Timor bakal menjadi bom waktu yang membahayakan ke depan.
"Kita juga harus membawa masalah ini dalam konferensi perubahan iklim yang akan dilaksanakan di Kopenhagen, tanggal 7-12 Desember ini," saran sosok yang akrab disapa Mida Saragih ini. Usul ini disambut positif koalisi pemerhati lingkungan yang ada, bahkan Pius Ginting mengatakan agar bahan-bahannya segera disiapkan untuk disampaikan kepada utusan WALHI yang akan berangkat ke Kopenhagen nanti.
Kepada Timor Express usai pertemuan Kamis (3/12), Pius Ginting mengatakan, ini masalah serius yang harus disikapi, karena itu apa yang sudah dipaparkan Ketua YPTB menjadi bahan masukan bagi mereka untuk meneruskan perjuangan ini ditingkat nasional. (aln/fmc)
Sumber: http://www.timorexp ress.com/ index.php? act=news&nid=38389
Komentar
Posting Komentar